Pages

Rabu, 04 Mei 2016

Safe Motherhood


SAFE MOTHERHOOD
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Kependudukan yang diampu oleh Ibu Ade Rahmawati, S.Si., M.P.H





Nama kelompok :
Sugiarti
Sanuri
Siti Danuaji
Tri Utami
Tina Nur’alia
Yolla Dwi Auliani


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS WIRALODRA INDRAMAYU
2016
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat kepada hamba-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas tentang Perilaku Kesehatan ini dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman yang tidak beradab menjadi zaman yang beradab.
Makalah ini berisi tentang pengertian safe motherhood, sejarah dan perkembangannya, determinan angka kematian ibu, indikator dan intervensi angka kematian ibu, dan upaya penerapan safe motherhood di Indonesia.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini, khususnya untuk Dosen mata kuliah Kependudukan yang terhormat Ibu Ade Rahmawati, S.Si., M.P.H yang terus memotivasi kami untuk terus belajar.
Kami memeohon maaf apabila makalah ini terdapat kesalahan dalam penulisan mupun materi yang dituliskan. Makalah ini jauh ddari kata sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bangun agar makalah ini bisa lebih baik lagi.


Indramayu,  01 Mei 2016

Penulis,


Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Safe Motherhood
2.2 Sejarah Dan Perkembangan Safe Motherhood
2.3 Empat Pilar Safe Motherhood  ( Four Pillars Of Safe Motherhood )
2.4 Determinan Kematian Ibu
2.5 Indikator Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu
2.6 Intervensi Untuk Mencegah Kematian Ibu
2.7 Strategi Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
2.8 Upaya Dalam Penerapan Safe Motherhood Di Indonesia
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Daftar Pustaka


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Safe Motherhood merupakan upaya yang dilakukan untuk memcegah angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) berkurang. Angka kematian ibu dan bayi di negara berkembang dan negara maju ternyata masih tinggi. Banyak hal yang menyebabkab angka kematian pada ibu dan bayi ini masih tinggi seperti kurangnya layanan kesehatan, minimnya pengetahuan, dan faktor-faktor lain.
Sebagai seorang perempuan sangat penting untuk mengetahui hal-hal tentang kehamilan dan kesehatan janinnya. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mencegah angka kematian ibu dan bayi yang tinggi. Mendiagnosis secara dini ketika terjadi masalah kehamilan, menangani secara cepat ketika dalam keadaan bahaya.
Peleyanan kesehatan mempunyai peranan penting dalam program-program yang dijalankan pemerintah dalam mengatasi masalah angka kematian ibu dan bayi. Walaupun program ini sudah dicanangkan sejak dulu, namun sampai saat ini program safe motherhood belum menunjukkan hasil yang memuaskan dan hanya beberapa persen saja. Program safe motherhood perlu mendapat dukungan da semua pihak agar program ini dapat membuahkan hasil yang baik.

1.2  Rumusan Masalah
·         Apa definisi safe motherhood?
·         Bagaimana sejarah dan perkembangan safe motherhood?
·         Apa saja determinan angka kematian ibu?
·         Bagaimanan upaya penerapan safe motherhood di Indonesia?

1.3  Tujuan
·         Untuk mengetahui definisi safe motherhood
·         Mengetahui determinan dan indikator angka kematian ibu
·         Mengetahui perkembangan program safe motherhood yang dilaksanakan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Safe Motherhood
 Safe Motherhood adalah standar upaya atau tindakan yang dilakukan agar kehamilan perempuan/wanita berjalan lancar atau dengan kata lain untuk menyelamatkan agar kehamilan dan persalinannya sehat dan aman. Program Safe Motherhood sering disebut juga dengan Four Pillars of Safe Motherhood ( konsep yang dikembangkan oleh WHO, 1994). Empat Pilar Safe Motherhood tersebut terdiri dari keluarga berencana, persalinan bersih dan aman, asuhan antenatal, dan pelayanan obstetri esensial.
2.2 Sejarah Safe Motherhood
Upaya Safe Motherhood dirintis untuk mengatasi perbedaan yang sangat besar antara angka kematian ibu di negara maju dengan angka kematian ibu di negara berkembang. Dibandingkan angka kematian bayi atau (AKB), perbedaan angka kematian ibu (AKI) ternyata jauh lebih besar. Hasil penelitian WHO dan UNFPA (United Nations Fund for Population Activities) menunjukan tingginya angka kematian ibu di berbagai negara berkembang dan di negara maju.
Hasil-hasil penelitian semacam ini kemudian dibicarakan pada interregional meeting on the prevention of maternal mortality di WHO Geneva pada bulan November 1985. Pertemuan ini kemudian menjadi dasar dari gerakan dunia menyelematkan ibu dari kesakitan dan kematian, yang kemudian dicanangkan dalam Konferensi Internasional Safe Motherhood (International Conference on Safe Motherhood) di Nairobi, Kenya, pada bulan Oktober 1987 atas kerja sama Bank Dunia, UFPA, World Health Organization (WHO), dan United Nations Development Programme (UNDP).
Konferensi ini merupakan forum pertama yang secara khusus membahas masalah kematian ibu karena kehamilan dan persalinan. Dalam konferensi tersebut diungkapkan terjadinya 585.000 kematian ibu di dunia setiap tahunnya. Sekitar 99% kematian ibu tersebut terjadi di negara-negara berkembang. Kenyataan ini membuka mata dunia bahwa telah terjadi ketimpangan yang besar antara masalah kesehatan perempuan di negara maju dan di negara berkembang. Mulai saat itu, dicanangkanlah upaya Safe Motherhood sebagai upaya global untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan pada perempuan dan bayi baru lahir, khususnya di negara berkembang.
Konferensi kedua yang menjadi tonggak upaya Safe Motherhood adalah World Summit for Children tahun 1990. Dalam pertemuan pertemuan tersebut satu dari tujuh deklarasi adalah menurunkan AKI menjadi setengahnya pada tahun 1990-2000. Untuk mencapai hal ini kemudian dibentuk jaringan global guna meningkatkan kesadaran, prioritas masalah, mobilisasi penelitian, bantuan teknis dan informasi tentang masalah kematian ibu. Hal ini berarti setiap negara dari 166 negara yang menandatangani deklarasi tersebut telah menyatakan komitmennya untuk menurunkan AKI di negara masing-masing sebesar 50%. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi tersebut juga telah bertekad untuk menurunkan angka kematian ibu dari 450 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000.
Konferensi yang juga menentukan adalah Intenational Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo pada bulan September tahun 1994. Konsensus umum yang disepakati adalah perubahan paradigma dari kontrol penduduk menjadi pemenuhan hak-hak reproduksi manusia. Hal tersebut lebih memfokuskan pada peningkatan kualitas hidup manusia yang hanya dapat dicapai melalui partisipasi penuh dari kaum perempuan di segala bidang. Dengan demikian pemberdayaan perempuan (women empowerment) menjadi pusat perhatian. Peserta Konferensi menganggap bahwa ICPD pada taun 1994 merupakan awal pengakuan global tentang kemitraan pria-perempuan (equity) dan pemberdayaan perempuan sebagai dasar dalam merencanakan program kesehatan dan kependudukan yang efektif. Perubahan ke arah analisis gender ini didukung dan disebarkan secara luas oleh WHO.
Selanjutnya, pada Konferensi Dunia IV tentang wanita di Beijing pada tanggal 15 Oktober 1995, penekanan tentang gender  sangat berbeda dengan pemikiran di Nairobi yang lebih sempit tentang upaya yang “terpusat pada wanita”. Peserta konferensi menganggap bahwa ICPD 1994 merupakan awal pengakuan global tentang kemitraan pria-wanita (equity) dan pemberdayaan wanita sebagai dasar dalam merencanakan program kesehatan dan kependudukan yang efektif. Perubahan ke arah analisis gender ini didukung dan disebarkan secara luas oleh WHO. Pada bulan Oktober 1997 di Kolombo, Sri Lanka, diselenggarakan Safe Motherland Technical Consultation yang merupakan peringatan 10 tahun upaya global dalam Safe Motherhood yang dicanangkan di Nairobi. Pertemuan yang diikuti oleh wakil dari 65 negara tersebut mengakui bahwa telah banyak usaha yang dilakukan dalam 10 tahun, tetapi masih banyak yang perlu dilakukan. Dalam pertemuan tersebut, disampaikan 10 pesan aksi untuk dapat dilaksanakan di setiap Negara yaitu :
1.      Mengembangkan Safe Motherhood melalui hak azasi manusia
2.      Memberdayakan wanita, memberi kesempatan memilih Safe Motherhood
3.      Investasi sosial dan ekonomi yang vital
4.      Menunda perkawinan dan kehamilan pertama
5.      Setiap kehamilan menghadapi risiko
6.      Memastikan persalinan ditolong oleh tenaga terdidik/terampil
7.      Meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas
8.      Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengatasi aborsi yang tidak aman
9.      Mengukur kemajuan program Safe Motherhood
10.  Kekuatan dalam kemitraan untuk Safe Motherhood
Peringatan ulang tahun yang ke-10 upaya Safe Motherhood ini kemudian dilanjutkan oleh WHO dengan memakai tema tersebut untuk memperingati hari kesehatan sedunia pada bulan April 1998. Walaupun berbagai upaya mendapat berbagai dukungan namun pada kenyataannya upaya penurunan AKI belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Selanjutnya untuk mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian ibu, perinatal dan nenonatal, WHO meluncurkan inisiatif Making Pregnancy Safer (MPS) pada tahun 1999 yang didasari pada penekanan pentingnya kemitraan menurunkan angka kematian ibu. MPS menjadi komponen penting upaya safe montherhood di tingkat global.
Inisiatif ini juga menjadi bahan resolusi pada Pertemuan Regional Asia Tenggarai di New Delhi pada September tahun 2000. Diperkirakan Asia Tenggara menyumbang sekitar 40% dari angka kematian ibu di dunia yang terjadi sekitar 500.000 setiap tahun dan hal itu terjadi pada negara-negara berkembang di Asia Tenggara. Pada pertemuan tersebut, negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia menyatakan keprihatinan dan ikut mengadopsi resolusi untuk menurunkan kesakitan dan kematian ibu. MPS menjadi dokumen pedoman bagi negara-negara yang mengadopsinya agar safe motherhood menjadi prioritas di dalam kebijakan dan anggaran nasional. MPS juga menjadi strategi penurunan kematian ibu dan anak dengan penekanan pada pentingnya kemitraan antara sektor pemerintah, badan donor, sektor swasta, keluarga, dan anggota masyarakat.
Kematian ibu di negara berkembang termasuk di Indonesia masih banyak terjadi di rumah, tanpa pertolongan tenaga kesehatan, keterlambatan akses untuk menerima perawatan yang berkualitas dan sebagainya. Hal ini juga erat kaitannya ketidaktahuan wanita, suami, dan keluarga tentang pentingnya pelayanan antenatal (pemeriksaan selama kehamilan), pertolongan oleh tenaga kesehatan terampil, persiapan kelahiran dan kegawatdarutan, merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu hamil dan bayi baru lahir.
Pentingnya peningkatan kesehatan ibu hamil dan bayi baru lahir, maka pada tahun 2000, telah dicanangkan Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai bagian program safe motherhood.
2.3 Empat Pilar Safe Motherhood  ( Four Pillars of Safe Motherhood )
a.       Keluarga Berencana (KB) adalah program pemerintah indonesia yang disusun untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. Secara umum KB bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan antara ibu dan anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera). Dalam program KB akan direncanakan mengenai waktu yang tepat untuk Ibu hamil, menentukan jumlah anak serta mengatur jarak kehamil­an. Program tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi ang­ka aborsi dikalangan anak muda. Penerapan Konsep KB pertama kali diperkenalkan di Kota Matlab, Bangladesh pada tahun 1976. Pelayanan KB harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat, baik ibu/ca­lon ibu dan perempuan remaja. Konseling yang terpusat sangat diperlukan dalam memberi pelayanan KB pada kebutuhan ibu dan berbagai pilihan metode KB termasuk penggunaan alat kontrasepsi darurat.
b.      Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal merupakan sa­ra­na pendidikan bagi wanita tentang kehamil­an dan upaya un­tuk mendeteksi secara dini pada komplikasi ke­hamilan. Komponen Pelayanan An­te­na­tal terdiri dari :
·         Deteksi dan penanganan komplikasi pada kelainan letak, pre-eklampsia, hipertensi ( tekanan darah tinggi ) dan pembengkakan pada tungkai (ede­ma).
·         Pengobatan anemia dan skrining, Pengobatan ma­laria, dan berbagai penyakit menular seksual.
·         Penyuluhan terhadap komplikasi yang po­tensial, serta kapan dan bagaimana cara mendapatkan pelayanan rujukan.
c.       Persalinan yang Aman
Persalinan yang aman bertujuan untuk memastikan setiap Bidan atau Dokter selaku penolong kelahir­an/­per­­salinan mempunyai keterampilan, kemampuan, dan alat untuk memberikan per­tolongan serta pelayanan nifas pada ibu dan bayi. Dalam penanganan persalinan :
·         Wanita hamil harus mendapatkan pertolongan oleh tenaga kesehatan yang profesional 
·         Tenaga kesehatan harus bisa mengenali secara dini gejala serta tanda komplikasi persalinan 
·         Tenaga kesehatan harus siap untuk melakukan rujukan komplikasi persalinan.Sebagian besar komplikasi obstetri yang berkaitan dengan kematian ibu hamil tidak dapat diprediksi atau dicegah, namun da­pat ditangani bila ada pelayanan yang me­madai.
d.      Pelayanan Obstetri Esensial
Pelayanan obstetri esensial pada ha­ke­katnya adalah adanya ketersediaan pelayanan selama 24 jam untuk bedah cesar, transfusi darah, pengeluaran plasen­ta secara manual, pengobatan anestesi, antibiotik, dan cairan in­fus, serta aspirasi va­kum untuk abortus inkomplet. Tanpa pe­ran serta masyarakat, mustahil pela­yan­an obstetri esensial dapat menjamin tercapainya keselamatan ibu. Puskesmas juga merupakan salah satu penyedia pelayanan kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu melalui program yang mengacu pada konsep Four Pillars of Safe Motherhood.
2.4 Determinan Kematian Ibu
              McCarthy dan Maine (1992) dalam kerangka konsepnya mengemukakan peran determinan kematian ibu sebagai keadaan/hal-hal yang melatar belakangi dan menjadi penyebab langsung serta tidak langsung dari kematian ibu. Determinan kematian ibu tersebut dikelompokkan menjadi :
a.       Determinan proksi, dipengaruhi oleh determinan antara dan meliputi :
·         Kejadian kehamilan
   Wanita yang hamil memiliki resiko untuk mengalami komplikasi, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki resiko tersebut. Dengan demikian program keluarga berencana dapat secara tidak langsung mengurangi risiko kematian ibu.
·         Komplikasi kehamilan dan persalinan
    Komplikasi obstetric ini merupkan penyebab langsung kematian ibu, yaitu perdarahan, infeksi, eklampsia (trias klasik); partus macet, abortus, dan rupture uteri.
b.      Determinan Antara, dipengaruhi oleh determinan konstektual dan meliputi :
·         Status Kesehatan
   Yang dimaksud status kesehatan antara lain status gizi, penyakit infeksi atau parasit, penyakit menahun seperti TBC, penyakit jantung, ginjal dan riwayat komplikasi obstetric.
·         Status reproduksi
  Status reproduksi antara lain usia ibu hamil, jumlah kelahiran dan status perkawinan.
·         Akses terhadap pelayanan kesehatan
  Antara lain keterjangkauan lokasi tempat pelayanan, jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia dan keterjangkauan terhadap informasi.
·         Perilaku Sehat
  Antara lain meliputi penggunaan alat kontrasepsi, pemeriksaan kehamilan, penolong persalinan dan perilaku menggugurkan kandungan.
Selain faktor diatas, ada faktor-faktor lain yang tidak diketahui atau tak terduga. Beberapa keadaan yang secara tiba-tiba dan tak terduga yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi selama hamil atau melahirkan, misalnya kontraksi uterus yang tidak adekuat, ketuban pecah dini, dan persalinan kasep.
c.       Determinan Konstektual, meliputi :
·         Status wanita dalam keluarga dan masyarakat
    Antara lain tingkat pendidikan pekerjaan, keberdayaan wanita yang memungkinkan wanita lebih aktif dalam menentukan sikap dan lebih mandiri dalam memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya.
·         Status keluarga dalam masyarakat
    Variabel ini merupakan variable keluarga wanita, antara lain : penghasilan keluarga, kekayaan keluarga, tingkat pendidikan dan status pekerjaan anggota keluarga.
·         Status masyarakat
    Meliputi tingkat kesejahteraan, ketersediaan sumber daya, serta ketersediaan dan kemudahan transportasi. Status masyarakat umumnya terkait pula pada tingkat kemakmuran suatu Negara serta besarnya perhatian pemerintah terhadap masalah kesehatan. Kemiskinan juga merupakan salah satu factor penghambat dalam upaya penurunan AKI.

2.5 Indikator upaya Penurunan Angka Kematian Ibu
              Pemantauan dan evaluasi upaya penurunan AKI tidak hanya didasarkan pada pengukuran tentang perubahan kematian ibu, namun meliputi pemantauan proses dan luaran. Indikator dampak sebagai berikut :
·      Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio)
 AKI adalah kematian ibu dalam periode satu per 100.000 kelahiran hidup pada periode yang sama.
·      Rate Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate) yaitu  jumlah kematian ibu dalam satu periode per 100.000 wanita usia subur.
·       Risiko Kematian Ibu Seumur Hidup (Lifetime risk)
·       Risiko wanita terhadap kematian ibu terjadi sepanjang usia suburnya.
·       Proporsi Kematian Ibu Pada Wanita Usia Reproduksi (Proportional Mortality ratio)
                    Indikator ini merupakan presentase kematian ibu dari kematian total pada wanita usia 15-49 tahun.
2.6 Intervensi untuk Mencegah Kematian Ibu
Intervensi untuk mencegah kematian ibu dilakukan terhadap ketiga jenis determinan. Intervensi yang memberi dampak relative cepat terhadap penurunan AKI adalah intervensi terhadap pelayanan kesehatan. Intervensi yang ditujukan kepada determinan antara akan memberikan efek pada jangka menengah, misalnya peningkatan gizi serta pendidikan ibu. Intervensi yang diarahkan kepada determinan konstektual akan memberikan efek pada jangka panjang, misalnya melalui kegiatan pemberdayaan wanita dan kemitraan pria wanita.
2.7 Strategi untuk menurunkan Angka Kematian Ibu
Sejak dilaksanakannya Konferensi International Safe Motherhood di Nairobi tahun 1987, hampir setiap Negara berkembang berusaha sekuat tenaga untuk menurunkan angka kematian ibu. Maine dkk mengindentifikasi “rantai penyebab” kematian ibu dan menghubungkannya dengan strategi intervensi yang dikelompokkan dalam tiga kategori sebagai berikut :
·      Mencegah/memperkecil kemungkinan wanita untuk menjadi hamil dengan keikutsertaan ber-KB.
·      Mencegah/Memperkecil kemungkinan wanita hamil mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan.
·      Mencegah/Memperkecil kematian wanita yang mengalami komplikasi dalam kehamilan/persalinan.
2.8 Upaya dalam Penerapan Safe Motherhood di Indonesia
a.         Making Pregnancy Safer
Departemen Kesehatan pada tahun 2000 telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan sebutan “Making Pregnancy Safer (MPS)” melalui tiga pesan kunci. Berdasarkan Lesson Learned dari upaya Safe Motherhood, maka pesan-pesan kunci MPS adalah :
·         Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
·         Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
·         Setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap negara untuk :
·      Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan internasional
·      Menyusun acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
·      Mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar yang telah disusun
·      Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, KB, aborsi legal, baik publik maupun swasta
·      Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal serta pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungan
·      Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Dari pelaksanaan MPS, target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi baru lahir menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam kerangka inilah Departemen Kesehatan bersama Program Maternal & Neonatal Health (MNH) sejak tahun 1999 mengembangkan berbagai pendekatan baru yang didasarkan pada praktek-praktek terbaik (best practices) yang diakui dunia untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan ibu melahirkan dan bayi baru lahir di beberapa daerah intervensi di Indonesia.
b.        Primary Health Care
Karena tingginya angka kematian ibu di berbagai daerah, WHO dan UNICEF melaksanakan pergemuan di Alma Atta Uni Soviet tahun 1978 dan mencetuskan “primary health care” dengan tekanan pada pelaksanaan antenatal care, gizi, imunisasi, gerakan keluarga berencana, meningkatkan sistem rujukan dan pertolongan persalinan. Tindak lanjut primary health care diikuti serangkaian pertemuan tentang safe motherhood dengan tujuan agar dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal, menuju “well born baby” dan well health mother”.
c.         Bidan Desa
Salah satu upaya penting yang sedang ditempuh oleh pemerintah untuk mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia adalah dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang antara lain dilakukan melalui penempatan Bidan di Desa. Keterlambatan dalam upaya memberikan pelayanan yang bermutu dan menyeluruh bertambah dengan kurangnya jumlah dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Para spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia sebagian besar berada di perkotaan, sehingga pelayanan kepada masyarakat masih dilakukan oleh dukun beranak. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka penyebarluasan bidan di desa diharapkan dapat menggantikan peran dukun beranak.
Berkaitan dengan tugas bidan di desa, salah satu strategi pemerintah yang digunakan di tingkat desa adalah program “Desa Siaga” . Tujuan dari Desa Siaga adalah untuk meningkatkan jangkauan pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan serta menurunkan angka kematian ibu (AKI). Bidan desa merupkan motor penggerak dari Desa Siaga. Ada pun peran Bidan lainnya yaitu :
1.      Fasilitator yaitu fungsi dalam mendampingi masyarakat
2.      Motivator
3.      Katalisator
4.      Gerakan Sayang Ibu
Gerakan Sayang Ibu (GSI) mempromosikan gerakan yang berkaitan dengan kecamatan sayang ibu dan rumah sakit sayang ibu untuk mencegah tiga macam keterlambatan, yaitu :
·         Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat keputusan dalam mencari pertolongan
·         Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan
·         Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pertolongan yang dibutuhkan
d.        P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi)
P4K adalah suatu kegiatan yang difasilitasi oleh bidan di desa dalam rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi bagi ibu hamil, termasuk perencanaan dan penggunaan KB pasca persalinan dengan menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam rangka meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir. Ada beberapa batasan program P4K yang meliputi:
·         P4K dengan stiker
·         Pendataan ibu hamil dengan stiker
·         Forum peduli kesehatan ibu dan anak (KIA)
·         Kunjungan rumah
·         Rencana pemakaian alat kontrasepsi pasca persalinan
·         Persalinan oleh nakes
·         Kesiagaan
·         Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin)
·         Dasolin (Dana sosial ibu bersalin)
·         Ambulans desa
·         Calon donor darah
·         Inisiasi menyusui dini
·         Kunjungan nifas
·         Pemberdayaan masyarakat
·          Buku KIA
·          PPGDON (Pertolongan Pertama Gawat Darurat Obstetri Nenotal).
e.         Jampersal
Jampersal merupakan kependekan dari Jaminan Persalinan, artinya jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir yang pembiayaannya dijamin oleh Pemerintah. Ada 5 alasan khusus jampersal dilaksanakan, yaitu :
1.      Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan
2.      Meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan
3.      Meningkatkan cakupan pelayanan KB pasca persalinan
4.      Meningkatkan cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir
5.      Serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel.
Ada 4 sasaran subyek dalam pelaksanaan Jampersal, yakni ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang belum memiliki jaminan pembiayaan persalinan (pasca melahirkan sampai 42 hari) serta bayi baru lahir (0-28 hari). Dalam ruang lingkup pelayanan Jampersal terdiri atas dua yaitu jenis pelayanan kesehatan pada tingkat pertama dan tingkat lanjutan. Jenis pelayanan kesehatan pada tingkat pertama meliputi: pemeriksaan kehamilan 4 kali, persalinan normal, pelayanan nifas normal 3 kali termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir normal. Untuk Puskesmas PONED terdapat layanan tambahan yakni pemeriksaan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi, pelayanan pasca keguguran, persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar, pelayanan nifas dengan tindakan emergensi dasar dan pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar.
Ada 7 jenis layanan yang diberikan pada tingkat lanjut: pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi, penanggulangan rujukan pasca keguguran, penanganan kehamilan ektopik terganggu, persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif, pelayanan nifas dengan tindakan emergensi komprehensif, pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif dan pelayanan KB pasca persalinan.
f.         Program Emas (Expanding Maternal and Neonatal Survival)
EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) adalah sebuah program kerjasama Kementrian Kesehatan RI dan USAID selama lima tahun (2012-2016) dalam rangka mengurangi angka kematian ibu dan bayi baru lahir. EMAS befokus terhadap dua prioritas, yaitu :
a.       Membangun rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakata yang akuntabel untuk meningktakan kualitas pelayanan maternal dan bayi baru lahir
b.      Menjalin keselamatan ibu hamil di tengah situasi darurat dan mengantarkan ibu hamil dan bayi menuju pelayanan fasilitas kesehatan dan diberikan pelayanan keselamatan ibu hamil selama menuju rumah sakit. EMAS bertujuan untuk:
c.       Meningkatkan kualitas pelayanan PONED & PONEK. Memastikan intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar pada penurunan kematian diterapkan di RS dan Puskesmas. Pendekatan tata kelola klinis (clinical governance) diterapkan di RS dan Puskesmas.
d.      Meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem rujukan antar Puskesmas/Balkesmas dan RS. Penguatan sistim rujukan. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjamin akuntabilitas dan kualitas nakes, faskes dan Pemda. Meningkatkan akses masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pendekatan EMAS, yaitu sebagai berikut :
1.      Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan neonatal minimal di 150 RS (PONEK) Pemerintah & Swasta dan 300 Puskesmas/Balkesmas (PONED) melalui penerapan tata kelola yang baik terkait kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir.
2.      Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan RS.
3.      Pemanfaatan teknologi informasi mutakhir (SMS, hotline, media social) untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
4.      Program dirancang agar dapat memberi dampak nasional (tidak hanya sebatas area kerja).
Dalam mencapai programnya, EMAS melakukan pendekatan Vanguard atau dapat diartikan dengan istilah Garda Depan, yaitu dengan melakukan penerapan tata kelola yang baik terkait kelangsungan hidup bayi dan ibu baru lahir yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di fasilitas kesehatan, pemanfaatan teknologi informasi mutakhir (SMS, hotline, media sosial) dalam hal meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kegawatdaruratan yang dilakukan untuk peningkatan sistem rujukan yang efektif, efisien berkualitas dan aman dalam kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.


BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Safe Motherhood adalah standar upaya atau tindakan yang dilakukan agar kehamilan perempuan/wanita berjalan lancar atau dengan kata lain untuk menyelamatkan agar kehamilan dan persalinannya sehat dan aman.
Ada empat pilar safe motherhood yaitu :
·         Keluarga Berencana (KB)
·         Pelayanan Antenatal
·         Persalinan yang Aman
·         Pelayanan Obstetri Esensial
Upaya penerapan safe motherhood di Indonesia :
·         Making Pregnancy Safer
·         Primary Health Care
·         Bidan Desa
·         P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi)
·         Jampersal
·         Program Emas (Expanding Maternal and Neonatal Survival


DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Azrul. 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001-2010. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·             Suprijadi.1999. Bidan di masyarakat. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
·            www.google.com/Safe Motherhood
Ronoatmodjo, Sudarto. 2000. Materi Ajar Modul Safe Motherhood.Jakarta : DEPKES RI.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar