UPAYA
KESEHATAN LINGKUNGAN PADA PEMUKIMAN KUMUH
MAKALAH
diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kesehatan lingkungan pemukiman yang
diampu oleh Ismail, S.K.M., M.Pd.
Oleh
:
Sugiarti
Tina
Nur’alia
Evi
Silviana
Angga
Fernando
Jaenah
Semester
II
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
WIRALODRA INDRAMAYU
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Lingkungan kumuh
merupakan pemukiman yang kotor, tidak ada sarana dan prasarana yang memadai,
dan pemukiman yang jauh dari kategori sehat. Penyebab utama pemukiman kumuh
adalah kemiskinan. Berawal dari urbanisasi masyarakat yang mempunyai tujuan
berbeda-beda seperti mencari pekerjaan yang ayak agar dapat memperbaiki
ekonomi. Tetapi apa yang dibayangkan tidak sesuai dengan kenyataan. Tingginya
persaingan baik secara pendidikan maupun skill mengakibatkan orang-orang yang
tidak mampu dan tidak dibekali dengan keahlian secara otomatis tersingkir dari
lapangan kerja yang layak seperti yang diharapkan. Sehingga hal ini dapat
menimbulkan para urban tidak mempunyai pekerjaan tetap, harus bekerja
serabutan. Maka penghasilan masyarakat urban ini tidak bisa memenuhi kebutuhan
sehari-harinya dan tidak bisa mempunyai tempat tinggal yang layak huni.
Biasanya pemukiman ini merupakan pemukiman diatas lahan yang tidak legal karena
mereka para penghuni tidak mempunyai kemampuan untuk membeli tanah milik
pribadi. Masalah pemukiman kumuh ini sering terjadi didaerah perkotaan yang
padat penduduk. Peran pemerintah sangat diperlukan, sehingga banyak
program-program pemerintah yang dilakukan untuk mengatasi masalah pemukiman
kumuh ini.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Apa definisi pemukiman kumuh?
b.
Apa saja ciri-ciri pemukiman yang
termasuk dalam lingkungan kumuh?
c.
Bagaimana upaya menangani pemukiman
kumuh?
1.3 Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah
wawasan dan pengetahuan kita tentag pemkiman kumuh.Manfaat dari dibuatnya
makalah ini adalah kita lebih mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah.
Bukannya tidak ditangi melainkan berhasil atau tidaknya suatu program ang
dijalankan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PEMUKIMAN KUMUH
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia No 4 tahun 1992, perumahan adalah kelompok
rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan, misalnya pendidikan,
pasar, transportasi, pelayanan kesehatan, pelayanan keuangan, dan administrasi.
Sedangkan pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Tumbuhnya pemukiman kumuh
merupakan akibat dari urbanisasi, migrasi yang tinggi, masyarakat
berbondong-bondong datang ke kota untuk mencari nafkah.
Hidup di kota
sebagai warga dengan mata pencaharian terbanyak pada sektor
informal.
Pada dasarnya pertumbuhan sektor informal bersumber pada urbanisasi
penduduk
dari pedesaan ke kota, atau dari kota satu ke kota lainnya. Hal ini disebabkan
oleh lahan pertanian di mana mereka tinggal, sudah terbatas, bahkan kondisi
desapun tidak dapat lagi menyerap angkatan kerja yang terus bertambah,
sedangkan yang migrasi dari kota ke kota lain, kota tidak lagi mampu menampung,
karena
lapangan kerja sangat terbatas. Akhirnya dengan adanya pemanfaatan ruang
yang
tidak terencana di beberapa daerah, terjadi penurunan kualitas lingkungan bahkan
kawasan pemukiman, terutama di daerah perkotaan yang padat penghuni, berdekatan
dengan kawasan industri, kawasan bisnis, kawasan pesisir dan pantai yang dihuni
oleh keluarga para nelayan, serta di bantaran sungai, dan bantaran rel kereta
api.
Kumuh adalah
kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah
dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Herbert J Gans
mengungkapkan bahwa, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang
diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum
mapan.
Kumuh dapat
ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai
akibat.
Kata kumuh sangat identik dengan hal yang negatif dan kotor. Pemahaman kumuh
dapat ditinjau dari:
a. Sebab
Kumuh
Kumuh adalah
kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari:
·
Segi fisik, yaitu
gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara.
·
Segi masyarakat/sosial,
yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri
seperti
kepadatan lalu lintas, sampah.
b. Kumuh
adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala antara lain:
·
Kondisi perumahan yang
buruk
·
Penduduk yang terlalu
padat
·
Fasilitas lingkungan
yang kurang memadai
·
Tingkah laku menyimpang
·
Budaya kumuh
·
Apati dan isolasi
Pemukiman kumuh adalah
lingkungan hunian atau tempat tinggal/rumah beserta lingkungannya, yang
berfungsi sebagai rumah tinggal dan sebagai sarana pembinaan keluarga, tetapi
tidak layak huni ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, sarana dan
prasarananya, fasilitas pendidikan, kesehatan serta sarana dan prasarana sosial
budaya masyarakat.
2.2
KATEGORI LINGKUNGAN KUMUH
Kawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah
dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun
sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik
standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan
sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan,
ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.
Ciri-ciri pemukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Suparlan
(1984)
adalah:
·
Fasilitas
umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
·
Kondisi
hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangannya mencerminkan penghuninya
yang kurang mampu atau miskin.
·
Adanya
tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang
yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata
ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
·
Pemukiman
kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri
dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai sebuah
komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan
sebagai hunian liar, satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah
Rukun Tetangga, atau sebuah Rukun Warga
dan sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah Rukun
Tetangga atau Rukun Warga atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan
bukan hunian liar.
·
Penghuni
pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai
mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal
muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan
sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.
·
Sebagian
besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal
atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.
Menurut Sinulingga (2005) ciri kampung/pemukiman kumuh terdiri
dari:
·
Penduduk
sangat padat antara 250-400 jiwa/ha. Pendapat para ahli perkotaan menyatakan
bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah mencapai 80 jiwa/ha maka timbul
masalah akibat kepadatan ini, antara perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi
memiliki persyaratan fisiologis, psikologis dan perlindungan terhadap penyakit.
·
Jalan-jalan
sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena sempitnya,
kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap rumah yang sudah
bersinggungan satu sama lain.
·
Fasilitas
drainase sangat tidak memadai, jalan-jalan tidak ada drainase sehingga apabila
hujan dikawasan ini dengan mudah akan tergenang oleh air.
·
Fasilitas
pembuangan air kotor/tinja sangat minim. Ada yang langsung membuang tinjanya ke
saluran yang dekat dengan rumah, ataupun ada juga yang membuangnya ke sungai
yang terdekat.
·
Fasilitas
penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur, dangkal, air hujan
atau membeli secara kalengan.
·
Tata
bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umumnya tidak permanen
dan banyak yang darurat.
·
Kondisi pada
kawasan kumuh sangat rawan terhadap penularan penyakit.
·
Pemilikan
hak atas lahan sering tidak legal, artinya status tanahnya masih merupakan
tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa.
Dalam
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukiman, yang menyatakan bahwa:
“......untuk mendukung terwujudnya lingkungan pemukiman yang
memenuhi
persyaratan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keandalan
bangunan, suatu
lingkungan pemukiman yang tidak sesuai tata ruang, kepadatan
bangunan sangat
tinggi, kualitas bangunan sangat rendah, prasarana lingkungan
tidak memenuhi syarat dan rawan, yang dapat membahayakan kehidupan dan
penghidupan masyarakat penghuni, dapat ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan sebagai lingkungan pemukiman kumuh”.
2.3 UPAYA
KESEHATAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KUMUH
Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah dalam mengatasi masalah kawasan kumuh ini. Mulai dari program
pengentasan kemiskinan yang dianggap sebagai penyebab utama munculnya kawasan
kumuh sampai kepada program-program yang lebih khusus. Pemerintah Pusat mencoba
menangani masalah kemiskinan dengan meluncurkan skema program seperti :
·
Jaringan Pengaman
Sosial (JPS)
·
Pembangunan Prasarana
Pendukung Desa Tertinggal (P3DT)
·
Pemberdayaan Daerah
dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE)
·
Penciptaan Lapangan Kerja Produktif (PLKP)
·
Poverty Alleviation through Rural-Urban Linkages
(Parul)
·
Program Ketahanan
Pangan (PKP)
·
Program Pengentasan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP)
·
Pendekatan permukiman,
telah dirancang dan dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, di
perkotaan maupun perdesaan, seperti misalnya Pembangunan Pemugaran Perumahan
Lingkungan Desa/Kelurahan Terpadu (P2LDT), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok (P2BPK) dan
lain-lain.
Semua
program ini dilaksanakan secara BLM (bantuan langsung kepada masyarakat). Sebagian
telah berjalan dengan baik namun sebagian yang lain belum mencapai hasil yang
optimal.
Untuk menanggulangi persoalan kawasan kumuh (slum dan squatter), perlu dikembangkan upaya peningkatan kemampuan
masyarakat dan membuka peluang agar mereka mampu memperbaiki kehidupannya dan
menjangkau permukiman yang lebih layak. Program-program diatas merupakan suatu
program yang pada dasarnya diarahkan pada upaya penyadaran dan peningkatan
kemampuan masyarakat sehingga komunitas masyarakat kumuh dapat “menggusur
dirinya sendiri”. Melalui program-program ini diharapkan Pemerintah dapat
dibantu dalam mengembangkan kebijakan dan program yang berkesinambungan bagi
penanganan permasalahan kawasan kumuh melalui berbagai pendekatan untuk
memperbaiki kehidupan dan penghidupan mereka. Melalui pendekatan-pendekatan
yang dilakukan, pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat bekerja bersama
untuk memperbaiki kondisi fisik, sosial dan ekonomi golongan masyarakat ini.
Namun
yang menjadi persoalan di sini adalah sudah tepatkah kebijakan program-program
tersebut diatas? Jangan-jangan malah akan menimbulkan semakin berdatangan kaum
migran sehingga semakin merebak pula persoalan kawasan-kawasan kumuh. Lalu,
model penanganan yang bagaimanakah yang betul-betul efektif untuk diterapkan,
agar sesuai dengan ”niat baik” pemerintah tersebut ? Ini masih memerlukan
jawaban lebih lanjut secara lebih seksama. Banyak realitas menunjukkan justru
bahwa upaya-upaya pembenahan yang dilakukan oleh pemerintah, dengan dalih
apapun, termasuk terjadinya penggeseran dan penggusuran tempat-tempat hunian di
kawasan kumuh diduga seolah-olah hanya memindahkan permasalahan yang sama dari
satu tempat ke tempat yang lain, dan ujungnya semata-mata nampak hanya
“menyengsarakan” masyarakat yang apabila merujuk kepada isi pasal-pasal dalam
peraturan perundangan-undangan yang ada di Indonesia
sebagaimana diantaranya disebutkan di atas justru merupakan kewajiban bagi
pemerintah bersama-sama dengan masyarakat untuk membenahinya.
Strategi
penanganan kawasan kumuh harus didasarkan pada upaya menanggulangi
faktor-faktor yang menyebabkan kekumuhan, baik faktor yang bersifat langsung
maupun tidak langsung. Pada hakikatnya penyelesaian permasalahan lingkungan
kumuh tidak dapat dilakukan oleh satu unit atau dinas, akan tetapi membutuhkan
keterpaduan kegiatan dari setiap dinas yang akan berdampak terhadap perbaikan
lingkungan kumuh. Strategi utama yang harus dilakukan dalam meningkatkan
kualitas lingkungan kumuh adalah Program Pengendalian lingkungan secara
terpadu. Program pengendalian lingkungan secara terpadu merupakan program yang
di susun bersama oleh setiap dinas yang mengarah pada penyehatan lingkungan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Program yang demikian dilaksanakan
dibawah koordinasi BAPPEDA dengan usulan oleh Dinas Lingkungan Hidup. Program
ini penting dilaksanakan mengingat upaya mengatasi faktor-faktor penyebab
timbulnya kekumuhan hubungan dengan sektor lain, seperti pendidikan, kesehatan,
pekerjaan umum dan lain-lain.
Program
pengendalian lingkungan secara terpadu pada prinsipnya dapat didesain sebagai
program yang dilaksanakan secara terpisah oleh setiap dinas, akan tetapi setiap
kegiatan memiliki muatan yang mengarah pada upaya penanggulangan lingkungan
kumuh. Untuk itu langkah yang perlu dilakukan adalah rapat koordinasi yang
mengikutsertakan setiap dinas terkait dibawah koordinasi BAPPEDA untuk
merumuskan program-program yang mengarah kepada pengendalian lingkungan kumuh.
Beberapa program-program sebagai upaya pengendalian lingkungan kumuh adalah
sebagai berikut :
1. Penyuluhan Kesehatan Lingkungan
Penyuluhan
kesehatan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya upaya menjaga kesehatan lingkungan dengan menerapkan pola
hidup sehat sebagai upaya menciptakan masyarakat yang sehat. Kegiatan ini dapat
dilakukan bersama oleh dinas lingkungan hidup dan dinas kesehatan. Kegiatan penyuluhan
dapat dilakukan dengan memanfaatkan aktivitas posyandu atau pengajian atau
acara-acara sosial kemasyarakatan lainnya. Melalui kegiatan yang dilaksanakan
dalam lingkup kecil diharapkan masyarakat dapat memahami arti penting perilaku hidup yang
sehat.
2. Pembinaan masyarakat sadar Lingkungan
Kegiatan ini
berbentuk kegiatan yang terpogram dan mengarah kepada terwujudnya masyarakat
yang sadar lingkungan. Program yang demikian dilakukan dalam jangka panjang
secara bertahap. Hasil dari kegiatan ini diharapkan masyarakat memiliki
kesadaran yang tinggi tentang arti penting lingkungan hidup yang baik dan
mayarakat mampu secara mandiri mewujudkan lingkungan desa yang sehat dan
lestari. Pelaksana program ini adalah Dinas Lingkungan Hidup.
3. Pembangunan Infrastruktur Publik
Keterbatasan
sarana dan sanitasi lingkungan di Kawasan Kumuh perlu diatasi dengan pengadaan
infrastruktur sanitasi lingkungan. Infrastruktur yang dapat dibangun meliputi
MCK Umum, sumur air bersih, jalan lingkungan, drainase, dan bak-bak sampah mengingat
pemanfaat sarana ini adalah masyarakat, maka sebelum dilakukan pembangunan
sebaiknya telah ada program sosialisasi dan penyuluhan tentang arti penting
sarana sanitasi lingkungan tersebut. Selain itu sebelum pembangunan
dilaksanakan sebaiknya dinas pelaksana bersama masyarakat merumuskan
pengelolaan sarana tersebut, sehingga sarana yang dibangun termanfaatkan dan
terpelihara dengan baik.
Dengan demikian
pelaksana yang sesuai dengan program ini adalah Dinas Pekerjaan Umum.
4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pemberdayaan
ekonomi masyarakat dapat dilakukan dengan pengadaan program-program
pemberdayaan sesuai dengan potensi karakteristik daerah. Untuk itu program yang
dikembangkan setiap lokasi dapat berbeda-beda. Secara riil program ini
berbentuk pengembangan potensi yang dimiliki masyarakat. Dengan demikian
program ini diarahkan untuk membangun UKM berbasis masyarakat yang kuat
sehingga mampu meningkatkan taraf ekonomi.
Program ini
meliputi pelatihan (teari dan praktek) serta pendampingan. Dalam kegiatan
pelatihan perlu ada materi yang dikaitkan dengan upaya pengendalian lingkungan
kumuh, sehingga diharapkan peningkatan ekonomi yang diperoleh masyarakat
sebagian akan dimanfaatkan untuk perbaikan lingkungan kumuh. Dinas pertanian,
perikanan, peternakan, industri dan perdagangan merupkan dinas yang dinilai
sesuai untuk melaksanakan program ini.
5. Peningkatan Kualitas Pendidikan Masyarakat
Upaya mengatasi
rendahnya tingkat pendidikan yang menjadi faktor pendorong munculnya kawasan
kumuh perlu diatasi dengan melakukan peningkatan kualitas pendidikan
masyarakat. Upaya ini dapat dilakukan dengan dua bentuk, yaitu penambahan
sarana pendidikan formal dan pembangunan pendidikan non formal.
Penambahan
sarana pendidikan formal perlu didahului dengan pemetaan lokasi yang
membutuhkan sekolah secara tepat. Hal ini disebabkan beberapa lokasi kumuh
memiliki jarak yang cukup jauh dari sekolah. Pengembangan PKBM berupa paket A,
Paket B dan paket C dinilai akan mampu membantu pemerintah dalam menuntaskan
program wajib belajar 9 tahun di lima kecamatan lokasi studi pelaksanaan
kegiatan ini menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan.
6. Pengelolaan Kawasan Bantaran/ Sempadan (Sungai,
Pantai, Danau, Kereta api)
Pengolahan
kawasan bantaran / sempadan dapat dilakukan berupa penguatan peraturan tentang
pemanfaatan daerah bantaran / sempadan sebagai daerah konservasi. Kegiatan ini
diarahkan untuk mengatasi permasalahan rumah liar (squatter) di daerah Bantaran / Sempadan. Pola pendekatan yang
disarankan adalah menggunakan model partisipatif. Kegiatan ini dapat
dilaksanakan bersama antara Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kelautan, PT. KAI,
dll.
7. Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Salah satu
permasalahan yang terjadi dilokasi kumuh adalah menurunnya kesehatan masyarakat
terutama sebagai akibat penyakit yang ditimbulkan oleh kondisi lingkungan yang
buruk. Keterbatasan sarana kesehatan dan tenaga medis di beberapa kawasan kumuh
perlu diatasi dengan peningkatan sarana kesehatan dan tenaga medis. Pelaksana
program ini adalah Dinas Kesehatan.
Selain program-program
tersebut diatas, ada suatu program yang bersifat lebih spesifik yaitu
“peremajaan kota (urban renewal) biasanya dimaksudkan untuk mengubah daerah
perkampungan kumuh dengan mengisi dan membangun prasarana dan sarana yang
sesuai dengan peruntukan lahannya sehingga layak untuk dihuni penduduk maupun
untuk menampung aktivitas lainnya dan sekaligus memperindah penampilan (wajah)
kota. Prasarana dan sarana yang dimaksud bisa berupa perumahan, bangunan komersial,
jaringan air bersih, drainase, persampahan, jaringan air limbah, dan prasarana
lainnya. Bentuk kegiatan peremajaan kota tersebut antara lain :
1. Pembangunan Rumah Susun
Pembangunan
rumah susun ini diprioritaskan pada kawasn-kawasan kumuh yang tingkat
kekumuhannya sudah sangat tinggi (K4) atau kondisi lingkungan permukiman yang
sudah tidak layak huni, dimana infrastruktur yang tersedia sangat terbatas,
kepadatan bangunan sangat tinggi, KDB tinggi, lahan terbatas, namun status
lahan umumnya merupakan lahan hak milik, dan berada di kawasan pusat kota.
Bangunan rumah
susun ini dilengkapi oleh beberapa fasilitas lingkungan seperti balai
pertemuan, TK, SD, lapangan parkir, listrik, air bersih, taman lingkungan, TPS,
pengolahan limbah, dll. Pembangunan dan pengelolaan rumah susun ini dilakukan oleh
Pihak Perumnas bekerjasama dengan Pemda. Penguasaan tanah dilakukan dengan
sistem ganti rugi, sedangkan sistem penjualannya dilakukan dengan pemberian
subsidi terhadap penduduk asli, dibandingkan dengan harga jual terhadap
penduduk pendatang.
2. Pembangunan Rumah Susun Sewa
Pembangunan
rumah susun sewa ini diprioritaskan pada kawasan-kawasan kumuh yang berada pada
lahan-lahan yang ilegal (bantaran sungai, taman kota, sempadan pantai, dll)
yang umumnya ditempati oleh kaum migran yang sebagian besar merupakan pekerja
informal dan buruh dengan tingkat pendapatan yang rendah. Selain diperuntukan
bagi kaum squatter, model rumah
susun sewa ini dapat juga dilakukan untuk meremajakan kota pada kawasan kumuh
dengan tingkat kekumuhan cukup kumuh sampai sangat kumuh (K2 – K4). Bangunan
rumah susun sewa ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
(infrastruktur) seperti air bersih,
pengolahan sampah (TPS), pengolahan limbah, parkir, listrik, parkir, dll.
Pelaksanaan pembangunan rumah susun sewa ini dapat dilakukan oleh Pemerintah
Daerah bekerjasama dengan instansi terkait
lainnya. Pendekatan yang ditempuh terhadap masyarakat harus ditangani secara
terpadu dan bersama-sama. Selama proses pembangunan berlangsung masyarakat
penghuni mendapat jaminan berupa dana untuk pindah sementara, sedangkan setelah
selesai penghuni dibebankan harga sewa yang disesuaikan dengan kemampuan
masyarakat berdasarkan hasil kesepakatan bersama.
3. Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RsH)
Untuk memudahkan
masyarakat berpenghasilan rendah, Pemerintah juga telah memberikan kemudahan
dalam memiliki Rumah Sederhana Sehat (RsH), melalui penerbitan Keputusan
Menteri Permukimaan dan Prasarana Wilayah Nomor. 24/KPTS/M/2003 tentang
Pengadaan Perumahan dan perrmukiman dengan dukungan Fasilitas Subsidi
Perumahan.
Pemerintah telah
menyempurnakan konsep rumah sederhana dan rumah sangat sederhana (RS dan RSS)
dengan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat / RsH) yang dituangkan dalam Keputusan
Menteri Kimpraswil Nomor 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Rumah Sederhana
Sehat. Dalam pedoman tersebut terdapat empat macam konstruksi bangunan rumah
yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, yang
semula hanya satu pilihan (rumah tembok) menjadi rumah jenis tembok, setengah tembok,
kayu tidak panggung, dan kayu panggung.
Program ini
dirasakan cocok untuk menangani kawasan kumuh (K2) yang menempati daerah-daerah
bantaran/sempadan, hal ini dimaksudkan untuk mengamankan bantaran / sempadan
dari aktivitas yang mengganggu fungsi lindung sekaligus mendistribusikan
penduduk pada daerah-daerah yang masih jarang penduduknya (tingkat kepadatan
rendah).
4. Program Perbaikan Kampung
Program
perbaikan kampung
merupakan program untuk memperbaiki komponen infrastruktur
dalam kampung. Program ini dilaksanakan secara terpadu dengan sektor-sektor
terkait. Kawasan kumuh yang mendapatkan prioritas program ini yaitu kawasan
kumuh dengan tingkat kekumuhan kurang kumuh (K1) sampai Kumuh (K3), dimana
infrastruktur terbatas atau kurang, sering terkena banjir atau genangan,
merupakan kampung-kampung tua, dan pendapatan perkapita masyarakat rendah.
Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan mutu kehidupan, terutama bagi
golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah melalui penataan lingkungan dan
peningkatan serta penyediaan prasarana dasar, sehingga akan meningkatkan jumlah
keluarga yang bertempat tinggal pada rumah-rumah yang layak huni dan sehat.
Teknis pelaksanaan program ini adalah perbaikan dan peningkatan sanitasi lingkungan,
rehabilitasi kualitas rumah menjadi rumah yang layak huni.
5. Pembongkaran atau Penggusuran Rumah-Rumah Liar
di Bantaran / Sempadan
Kegiatan ini
bertujuan untuk mengamankan bantaran / sempadan sebagai kawasan lindung
(konservasi) dari bahaya banjir disamping menjaga keindahan kota. Kegiatan ini
diprioritaskan pada
perumahan-perumahan kaum migran (squatter)
yang menepati kawasan ini. Sebagai solusinya pemerintah harus menyediakan
kawasan perumahan sederhana pada lakosi-lokasi yang masih kosong (lahan tidak
produktif). Kegiatan yang dapat dilakukan berupa penertiban bangunan-bangunan
liar di bantaran sungai dan sempadan pantai sesuai dengan Rencana Tata Ruang
yang ada dan menata serta mengembangkan daerah hijau disepanjang bantaran
sungai dan pantai. Program ini dapat diterapkan pada kawasan kumuh (K2) yang
menempati daerah-daerah dimana status lahannya bukan merupakan hak milik
masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mengamankan sempadan/bantaran dari
aktivitas yang mengganggu fungsi lindung sekaligus mendistribusikan penduduk
pada daerah-daerah yang masih jarang penduduknya (tingkat kepadatan rendah).
6. Program Land Consolidation
Program land consolidation adalah suatu
program penataan ulang kawasan permukiman di atas lahan yang selama ini telah
dimanfaatkan sebagai lokasi permukiman. Program land consolidation dapat digunakan apabila telah memenuhi
persyaratan antara lain :
a.
Tingkat penguasaan lahan secara tidak sah (tidak memiliki bukti primer
pemilikan/ penghunian) oleh masyarakat cukup tinggi.
b.
Tata letak permukiman tidak/kurang berpola, dengan pemanfaatan yang beragam
(tidak terbatas pada hunian).
c.
Berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan fungsional yang lebih strategis
dari sekedar hunian.
7.
Resettlement (pemindahan
penduduk)
Resettlement adalah suatu program
penataan kawasan permukiman kumuh melalui pemindahan penduduk yang biasanya
memakan waktu dan biaya sosial cukup besar, termasuk kemungkinan timbulnya
keresahan bahkan kerusuhan oleh masyarakat. Pemindahan penduduk dilakukan
dikarenakan kawasan tersebut berada pada kawasan tidak layak sehingga perlu
direhabilitasi dan dapat memberikan nilai ekonomi, sosial, dan estetika serta
fisik lingkungan bagi kehidupan kota.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Pemukiman
kumuh adalah lingkungan hunian atau tempat tinggal/rumah beserta lingkungannya,
yang berfungsi sebagai rumah tinggal dan sebagai sarana pembinaan keluarga,
tetapi tidak layak huni ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, sarana dan
prasarananya, fasilitas pendidikan, kesehatan serta sarana dan prasarana sosial
budaya masyarakat.
Penyebab utama pemukiman kumuh adalah kemiskinan sehingga banyak program-program
pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Untuk mengatasi pemukiman kumuh sudah
banyak program-program yang dilakukan pemerintah. Namun dalam pelaksanaannya
belum maksimal dan masih banyak kendala disana sini sehingga masalah pemukiman
kumuh inni sering menjadi masalah besar yang dihadapi oleh pemerintah
kota/daerah maupun pemerintah pusat.
3.2 SARAN
Program
yang dijalankan pemerintah harus dipertimbangkan apakah tepat atau tidak
diterapkan pada lingkungan kumuh sehingga program tersebut dapat mencapai
tujuan. Memaksimalkan kerja untuk mengentaskan masalah kemiskinan yang
merupakan faktor penyebab utama lingkungan kumuh sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal PWK Unisba 36 Strategi Penanganan Kawasan Kumuh Sebagai
Upaya Menciptakan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Yang Sehat
Evaluasi Pelaksanaan Peremajaan Kota, Departemen
Pekerjaan Umum, Cipta Karya, 1991.
Ketentuann dan Peraturan Perundangan Perumahan, Dinas
Perumahan, DKI Jakarta, 1994.
“Modul P3KT”, PU-Ciptakarya.
“Masalah Perumahan dan
permukiman”, Jurnal PWK-ITB,
edisi khusus Juli 1993, Bandung.
Nana
Rukmana, “Manajemen Pembangunan
Prasarana Perkotaan”, LP3ES, 1993.
“Petunjuk Penyusunan Program
Pembangunan Prasarana Kota Terpadu”, Tim
Koordinasi Pembangunan Perkotaan, 1989.
Ruslan Diwiryo, “Pembangunan Infrastruktur dan Pengembangan Kota dan Wilayah”, Bahan
Seminar Pengembangan Profesi Perencanaan, 1993 Jakarta.
“Standar Perencanaan Kota”, Departemen Pekerjaan Umum, 1987, Jakarta.
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1992, Tentang Perumahan dan Permukiman.
Jurnal online